Senin, 12 Desember 2011

Syakira dan Binatang Peliharaannya

Kali ini saya hanya akan berbagi cerita tentang anak semata wayang saya Amiranti Syakira Dhiya Syarafara atau yang biasa dipanggil Syakira. Di usianya yang menginjak 2,5 tahun ini mulai timbul kesukaannya terhadap binatang. Dia akan segera excited ketika melihat seekor anjing sedang jalan-jalan dengan majikannya, kucing liar yang tidur di bawah mobil, ayam yang sedang ngubek-ubek sampah, sampai angsa peliharaan tetangga yang hobi nyosor.
Memang ini semua tidak lepas dari usaha saya dan istri saya mengenalkannya kepada dunia binatang. Mulai dari buku-buku, kemudian pergi ke kebun binatang (meskipun di Semarang cuma ada 1 kebun binatang, jelek lagi), sampai memelihara binatang tersebut.

Untuk yang terakhir ini sekarang justru menjadi sebuah dilema bagi saya dan istri saya. Maksud hati mengenalkannya pada dunia binatang namun malah berdampak buruk bagi binatang-binatang itu. Tercatat dua kali Syakira memiliki binatang peliharaan.

Yang pertama adalah kelinci. Mulanya saya membelikan sepasang kelinci. Namun beberapa hari kemudian salah satunya mati. Dan kelinci tersebut mati karena Syakira terlalu gemas dengan kelinci itu. Hampir setiap hari dia membelai-belai bulu si anak kelinci itu. Dan puncaknya adalah ketika dia menggendong dan meletakkan si kelinci di ayunan. Mungkin maksudnya ingin menyenangkan kelinci (versi Syakira tentu saja), ternyata malah berujung pada jatuhnya si kelinci dari ayunan yang berakibat hilangnya nyawa si kelinci.

Kepergian binatang kesayangannya ini tentu saja ditangisi oleh Syakira. Namun segera berhenti manakala saya berjanji membelikannya kelinci lagi. Esok harinya sepasang kelinci sudah mendarat di pekarangan rumah kami yang sangat sempit, sehingga kini jumlahnya menjadi tiga ekor. Tapi beberapa minggu kemudian, keduanya mengalami nasib yang sama dengan pendahulunya, meskipun dengan sebab yang berbeda yaitu karena kedinginan. Yap Syakira ngotot memandikan kelinci-kelinci itu, sehingga keduanya kedinginan dan ditemukan sudah tak bernyawa pagi harinya. Sedangkan satu ekor yang tersisa mati karena terserang penyakit kulit.

Sejak semua kelinci mati, maka kandang kelinci (karena sebelumnya ditempati kelinci) itu menjadi kosong. Sayang jika dibuang begitu saja, padahal kandang yang terbuat dari bambu itu saya tebus seharga 40 ribu.

Akhirnya saya kembali membelikan peliharaan untuk ditempatkan di kandang itu, binatang tersebut adalah anak ayam. Bukan sembarang anak ayam tapi anak ayam warna-warni, dan saya membeli 4 ekor dengan warna yang berbeda, yaitu pink, kuning, hijau, dan ungu. Kedatangan penghuni kandang yang baru ini tentu saja disambut sukacita oleh Syakira. Jika dulu dia hanya mampu memegang anak kelinci namun belum bisa menggendongnya, untuk anak ayam ini dia berani memegang dan membawanya kemana-mana. Kekhawatiran mengenai nasib buruk yang akan dialami anak-anak ayam tersebut muncul di benak saya dan istri saya. “Kalau digendong-gendong terus, kayaknya bakalan mati tuh anak ayam”, begitu komentar istri saya. Sedangkan anak saya tidak mau tau dengan himbauan dari ayah bundanya.

Ternyata Tuhan berkehendak lain. Disuatu malam, hujan turun dengan sangat deras, kami lupa memindah kandang ayam (karena sekarang isinya ayam) tersebut, sehingga meskipun beratap, air hujan tetap tempias masuk kekandang. Dan pagi harinya tiga dari empat ekor (pink, kuning, dan ungu) anak ayam ditemukan sudah tak bernyawa. Peristiwa ini kembali ditangisi oleh Syakira. Dan lagi-lagi tangisannya berhenti karena saya menjanjikan membeli anak ayam lagi.

Janji yang terakhir ini belum saya tepati (atau lebih tepatnya belum tentu saya tepati), saya dan istri saya saat ini sedang berdiskusi apakah akan melanjutkan program pengenalan Syakira terhadap dunia binatang atau tidak? Mengingat banyaknya nyawa binatang yang sudah melayang dan buruknya track record Syakira dalam memelihara binatang. Atau binatang apa yang lebih aman dan tangguh untuk dipelihara dibandingkan dengan kelinci dan anak ayam?

Ada Saran?

1 komentar: